Kamis, 11 Juni 2015

PRAKSEOLOGI MISESIAN MENURUT GEORGE H. SMITH

Catatan pembuka:

Kesibukan dengan "entah apa" membuat saya berhenti menulis dan beraktivitas sejenis selama beberapa bulan. Ini tentu saja sebuah situasi yang biasa-biasa saja bagi seseorang yang tidak menganggap dirinya sebagai penulis. Saya hanya menulis ketika ada yang saya pikirkan dan hendak saya bagikan dengan orang lain. Tapi, sementara di satu sisi saya tidak sanggup untuk berhenti berpikir, di sisi lainnya saya tidak merasa harus membagi semua yang saya pikirkan dengan orang lain. Karena itulah saya tidak merasa kuatir bahwa saya telah berhenti menulis dalam waktu yang cukup lama.

Akan tetapi, dalam beberapa bulan terakhir ini, seorang kawan, Juan Mahaganti, terus menerus mengganggu saya dengan "hobi barunya," yakni prakseologi Misesian. Ekonom libertarian muda ini telah memberondong saya secara berturut-turut dengan empat kali diskusi hari Sabat yang dilaksanakan AMAGI mengenai isu tersebut. Sementara itu, kursus filsafat yang saya laksanakan dengan kawan-kawan Kelompok Belajar Filsafat (KBF Manado), sedang berputar-putar dalam materi epistemologi yang, secara kebetulan, memiliki kaitannya dengan hobi Juan yang telah menjadi persoalan saya itu.

Maka agar tetap tampak peduli dengan kedua "tugas" tersebut, saya akan mengajukan terjemahan kasar dari tulisan George H. Smith, penulis favorit saya, tentang prakseologi Misesian, yang saya akses dari sini.

Selamat membaca.

PRAKSEOLOGI MISESIAN MENURUT GEORGE H. SMITH

(terjemahan kasar atas Sosial Laws, Part 7 oleh George H. Smith)

Ludwig von Mises
Esai ini bermaksud menyentuh beberapa hal menyangkut prakseologi – sebuah istilah yang dikemukakan selama tahun 1890an untuk menggambarkan sains tentang tindakan manusia – sebagaimana yang dikembangkan oleh Ludwig von Mises, terutama dalam bukunya Human Action: A Treatise on Economics (3rd ed., 1963). Saya menilai buku ini sebagai salah satu dari sumbangan teoritis terbesar bagi liberalisme klasik yang pernah ditulis, kedua setelah buku Adam Smith Wealth of Nations. Human Action adalah sebuah karya orisinal dan monumental tidak hanya dalam ilmu ekonomi tapi juga teori sosial pada umumnya; namun, di luar lingkaran pasar-bebas, buku ini tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya. Ini sebagiannya dikarenakan pendekatannya yang eksentrik, sebagaimana penilaian dalam standar akademis konvensional. Teori-teori besar dari jenis yang dipertahankan oleh Mises telah dianggap ketinggalan zaman selama beberapa dekade, dan pembelaan Mises atas “apriorisme” telah membuat pendekatannya tampak menjadi sasaran mudah bagi kritik, termasuk oleh beberapa libertarian, yang kebanyakan dari mereka menunjukkan tidak cukup pemahaman pada bahkan titik-titik esensial yang dipertahankan Mises.

Ini tidak berarti saya menyetujui semua detail dari prakseologi Misesian. Tidak, tapi saya tahu kejeniusan saat saya melihatnya. Di antara para liberal klasik abad 20, hanya F.A. Hayek yang bisa menandingi Mises; dan tanpa bermaksud mengurangi pencapaian Hayek, saya harus menyebutkan fakta yang tidak menguntungkan namun jelas bahwa Hayek lebih dianggap serius dan memperoleh perhatian dalam lingkaran akademis lebih daripada Mises. Ada sejumlah alasan bagi ketidakseimbangan ini, yang tidak bisa saya bahas di sini. Tapi saya harus mencatat bahwa Mises, tidak seperti Hayek, adalah pendukung kuat “rasionalisme” Pencerahan yang tidak berbagi kecenderungan konservatif sebagaimana Hayek, misalnya Mises tidak menganggap perlu untuk menghormati adat dan tradisi jika tidak bisa dibenarkan secara rasional. Tambahan lagi, Mises tidak terperosok dalam spekulasi salah arah mengenai evolusi sosial dan moral, sebagaimana Hayek dalam tulisan-tulisan terakhirnya.

Prakseologi Misesian, yang berkaitan dengan hubungan formal antara cara dan tujuan dalam tindakan manusia, adalah sebuah disiplin komprehensif yang tidak hanya berlaku dalam ilmu ekonomi tapi juga ilmu-ilmu sosial lainnya. Di luar kesepakatan umum mengenai pokok soal ilmu ekonomi, Mises berargumentasi bahwa kita tidak bisa menarik garis terang antara tindakan ekonomi dengan tipe lain dari perilaku yang mengarah pada tujuan. Karena “pilihan menentukan semua keputusan manusia,” maka kita mesti mendasarkan analisa kita atas aktivitas ekonomi pada sebuah “teori umum mengenai pilihan dan preferensi.”

Jadi Mises menolak konsep klasik mengenai “manusia ekonomi” sebagai konsep yang terlalu sempit. Secara khusus, ekonomi berkaitan dengan implikasi logis dari tindakan manusia, kemestian memilih di antara kelangkaan cara dalam mencapai tujuan. Tapi ini menggambarkan seluruh tindakan manusia, tidak hanya tindakan ekonomi, maka tidak ada yang unik mengenai pilihan ekonomi yang secara fundamental bisa memisahkannya dari jenis pilihan yang lain. Mises menyimpulkan:
Problem ekonomi atau problem kataliktik (dari bahasa Yunani yang berarti “mempertukaran”) termuat dalam ilmu-ilmu yang lebih umum, dan tidak bisa lagi dipisahkan dari kaitan ini. Tidak ada penyelesaian atas problem ekonomi yang bisa menghindar untuk memulai dari tindakan memilih; ekonomi menjadi satu bagian, meskipun saat ini merupakan bagian yang dielaborasi paling baik, dari ilmu yang lebih universal, prakseologi.
Kita bisa lebih mengapresiasi upaya untuk mendasarkan ilmu ekonomi pada ilmu universal mengenai tindakan manusia ini jika kita melihat prakseologi dari sudut pandang historis. (Buku Mises Epistemological Problems of Economics adalah bacaan esensial dalam soal ini.) Ada pengertian di mana prakseologi Misesian merupakan solusi, sekalipun terlambat, terhadap Methodenstreit (perang metode) antara para ekonom Austria (khususnya Carl Menger) dengan Mazhab Historis Prussia. Para pendukung historisisme, menurut Mises, “berupaya menolak nilai dan kegunaan teori ekonomi. Historisisme bertujuan untuk menggantinya dengan sejarah ekonomi.”

Di luar ketidaksukaannya pada historisisme, Mises bersetuju dengan penolakan mereka pada positivisme, yang “merekomendasikan ilmu sosial ilusif yang seharusnya mengadopsi struktur dan pola logika dari mekanika Newtonian.” Mises menekankan bahwa ilmu ekonomi harus memperhitungkan nilai keputusan, tujuan, pilihan, dan berbagai aspek subyektif tindakan manusia lainnya. Karena itu Mises bergabung dengan musuh-musuh historisisnya dalam menolak “kesatuan sains” yang hendak dicapai oleh positivisme dengan memusnahkan ilmu-ilmu manusia yang berkaitan dengan segala sesuatu yang benar-benar manusia. Malahan Mises mendukung sebentuk “dualisme metodologis” yang mengusulkan “dua dunia berbeda: dunia luar dari fenomena fisik, kimia, dan fisiologis serta dunia pemikiran, perasaan, penilaian, dan tindakan bertujuan.”

Mises sangat dipengaruhi oleh teori historisis mengenai Verstehen (pemahaman), terutama versi yang diintegrasikan Max Weber ke dalam teorinya mengenai “tipe-tipe ideal.” (Baca bagian “On Ideal Types” dalam Human Action.) Verstehen, sejenis empati, adalah metodologi tersendiri menyangkut disiplin historis. Ia adalah alat mental yang memungkinkan sejarawan memahami makna subyektif dari tindakan historis tertentu dan motif dari manusia individual.

Aliansi separuh dengan historisisme ini meninggalkan masalah yang secara potensial sangat serius bagi Mises. Jika, seperti yang diklaim oleh banyak historisis, Verstehen adalah metode yang layak dalam berurusan dengan aspek-aspek subyektif tindakan manusia, maka ia harus digunakan tidak hanya dalam sejarah tapi juga dalam setiap ilmu manusia, termasuk ekonomi. Tapi ini akan mengubah ilmu ekonomi menjadi apa yang disebut oleh filsuf Wilhelm Windelbandt ilmu “idiografik”, yakni disiplin ilmu yang terbatas pada studi mengenai partikular-partikular unik. Jika Mises menerima Verstehen sebagai metode utama penalaran ekonomi, maka ilmu ekonomi akan dipaksa untuk meninggalkan pencariannya atas hukum-hukum universal dari jenis yang ditemukan dalam ilmu-ilmu “nomotetik.” Dan inilah yang dimaksud Mises saat dia berkata bahwa historisisme hendak mengganti teori ekonomi dengan sejarah ekonomi.

Jadi Mises berhadapan dengan masalah pemetaan antara historisisme dengan positivisme. Historisisme menawarkan sebuah metodologi subyektivis yang tidak mampu memformulasikan hukum-hukum universal; sedangkan positivisme menawarkan pada ilmu ekonomi status ilmu nomotetik yang universal tapi hanya dengan menghabisi orientasi subyektifnya.

Mises menemukan solusi bagi permasalahan ini dalam prakseologi, sebuah ilmu nomotetik yang tiba pada prinsip-prinsip umum dengan mengabstraksi bentuk universal tindakan manusia dari muatan materialnya. Sebagaimana yang dijelaskan Mises, “Prakseologi tidak berurusan dengan muatan tindakan yang berubah-ubah, tapi dengan bentuk murni dan struktur kategorisnya. Studi mengenai hal aksidental dan environmental dari tindakan manusia adalah tugas sejarah.”

Berkaitan erat dengan formalisme prakseologi adalah klaim bahwa ilmu ini dimulai dengan kategori-kategori, bentuk-bentuk, serta konsep-konsep a priori sebelum tiba pada sejumlah teorema dan konklusi lewat penalaran deduktif murni, tanpa pernah tertarik dengan fakta-fakta yang diperoleh dari pengalaman. Pengetahuan manusia, menurut Mises, dikondisikan oleh struktur pikiran manusia. Bekerja di dalam kerangka kuasi-Kantian ini, Mises berkata soal prakseologi: “Pernyataan dan proposisi-proposisinya tidak diperoleh dari pengalaman. Mereka, sama halnya dengan logika dan matematika, bersifat a priori… Baik secara logis maupun secara temporal, mereka mendahului pengertian dari fakta-fakta (empiris).” Lebih lanjut, “tidak ada pengalaman, sekaya apapun, yang bisa menyingkap (teorema-teorema prakseologis) pada seseorang yang tidak mengetahui secara a priori apa itu tindakan manusia. Satu-satunya cara bagi pengertian atas teorema-teorema ini adalah analisa logis terhadap pengetahuan inheren kita mengenai kategori tindakan.”

Tak diragukan lagi, apriorisme merupakan aspek yang paling kontroversial dari prakseologi. Sekalipun secara tegas Mises tidak bersepakat dengan pandangan bahwa penalaran a priori tidak mampu menghasilkan pengetahuan faktual, sangat melekat dalam pikiran modern kebanyakan ekonom bahwa metode a priori akan sepenuhnya mencopot disiplin mereka dari semua relevansi dan otoritas empiris, hingga cenderung mengeluarkan prakseologi dari kajian mereka tanpa pertimbangan lebih jauh.

Bahkan beberapa pendukung kuat prakseologi telah mengungkapkan ketidaksetujuan mereka dengan landasan Misesian. Contohnya, Murray Rothbard berargumentasi bahwa prakseologi bisa melepaskan apriorisme tanpa mengalami akibat buruk apapun. Penalaran prakseologis akan sama aman jika didasarkan pada empirisisme Aristotelian. Teori epistemologi ini menjelaskan bagaimana, lewat proses abstraksi, kita bisa secara mental memisahkan “esensi” tindakan manusia dari pengamatan kita atas tindakan-tindakan partikular dan dengan demikian mengisolasi sebuah konsepsi murni mengenai “tindakan” untuk tujuan analisa. Setelah itu, jika seorang Aristotelian mengikuti metode deduktif yang diusulkan Mises, dia akan tiba pada konklusi yang sama, dan dia akan bisa membenarkan konklusi-konklusi tersebut dengan tingkat kepastian yang juga sama. (Sebagai catatan, saya pada dasarnya setuju dengan versi prakseologi Rothbardian.)

Menarik untuk dicatat bahwa bahkan para empirisis ketat, seperti J.S. Mill, mendukung metode a priori dalam ilmu ekonomi (atau “ekonomi politik,” sebagaimana yang dikenal pada zaman Mill). Kita menemukan ini dalam esai penting Mill “On the Definition of Political Economy” (1836). Menyangkut mereka yang menolak teori abstrak dalam ekonomi, yang mengklaim bahwa ilmu ekonomi harus didasarkan hanya pada pengalaman, Mill mengatakan bahwa “mereka yang memungkiri teori tidak akan bisa melangkah lebih jauh tanpa berteori.” Dipahami secara benar, teori-teori ekonomi selalu berangkat dari pengalaman, tapi ada perbedaan krusial antara mengutip pengalaman spesifik dalam setiap kasus dengan para teoritisi yang, “berargumentasi ke atas dari fakta-fakta partikular menuju prinsip umum yang memasukkan jangkauan yang jauh lebih luas daripada yang dipertanyakan dalam pembahasan, kemudian berargumentasi ke bawah  dari prinsip umum itu menuju beragam konklusi spesifik.” Penalaran ekonomi tidak didasarkan pada induksi murni; tidak melulu generalisasi dari contoh berulang pengalaman yang sama. Bukannya bersandar pada “metode a posteriori” ini, ilmu ekonomi lebih menggunakan “metode a priori.” “Kita sadar,” lanjut Mill, “bahwa ungkapan terakhir ini (a priori) terkadang digunakan untuk mencirikan metode berfilsafat, yang sama sekali tidak berharap ditemukan lewat pengalaman,” tapi dia tidak sadar akan setiap teori politik atau ekonomi pada apa deskripsi ini akan berlaku. Dalam membela apriorisme Mill tentu saja tidak bermaksud mengabaikan bahwa teori-teori ekonomi sesungguhnya berakar dalam pengalaman. Mill menjelaskan apa yang dia maksudkan dengan “a posteriori” dan “a priori” sebagai berikut:
Dengan metode  a posteriori kami maksudkan apa yang membutuhkan, sebagai basis konklusinya, bukan pengalaman begitu saja, tapi pengalaman spesifik. Dengan metode a priori kami maksudkan (apa yang umum dimaksudkan) sebagai penalaran dari sebuah hipotesa yang diasumsikan… Dalam definisi yang kami upayakan untuk mengerangkakan ilmu Ekonomi Politik, kami mencirikannya sebagai ilmu yang secara esensial bersifat abstrak, dan metodenya sebagai metode a priori. Tidak diragukan cirinya sebagaimana yang dipahami dan diajarkan oleh semua pengajar yang paling ulung.
Saya mengutip Mill mengenai subyek ini untuk meyakinkan rekan-rekan empirisis saya bahwa mereka tidak perlu menjauh manakala bertemu dengan pembelaan atas apriorisme, karena istilah tersebut telah digunakan dalam beragam cara, dan kita bisa menemukan perbedaan makna yang signifikan dalam Mill dan Mises. Yang terakhir ini memang mengatakan bahwa kategori-kategori a priori bersifat independen dari semua pengalaman, tidak hanya pengalaman spesifik (sebagaimana yang dijelaskan Mill). Menurut Mises, kategori-kategori a priori prakseologi itu tidak bisa dikumpulkan dari pengalaman karena mereka adalah prasyarat esensial yang membuat pengalaman kita akan tindakan manusia menjadi koheren dan bermakna. Tanpa mereka, pengalaman kita akan menjadi tidak lebih dari apa yang disebut William James “kebingungan yang mekar dan berdengung.”

Dalam The Ultimate Foundation of Economic Science (1962), Mises menekankan bahwa kategori-kategori a priori “bukan ide bawaan.” Kita tidak lahir dengan ide-ide itu, tapi kita lahir dengan bentuk-bentuk pikiran yang ditentukan oleh “struktur logis pikiran manusia.” Mises (juga dalam Ultimate Foundation) meringkas hal-hal esensial dari yang a priori sebagai berikut:
Jika kita mengkualifikasikan sebuah konsep atau proposisi sebagai a priori, kita harus mengatakan: pertama, bahwa negasi dari apa yang dinyatakan tidak mungkin bagi pikiran manusia dan tampak baginya sebagai omong kosong; kedua, bahwa konsep atau proposisi a priori ini tentu tersirat dalam pendekatan mental kita terhadap semua permasalahan yang berkaitan, yaitu dalam pemikiran dan tindakan kita berkaitan dengan permasalahan ini.
Kategori-kategori a priori adalah perlengkapan mental yang dengannya manusia bisa memikirkan dan mengalami serta karenanya memperoleh pengetahuan. Kebenaran atau keabsahan mereka tidak bisa dibuktikan atau dibantah sebagaimana pada proposisi-proposisi a posteriori, karena mereka merupakan instrumen yang memungkinkan kita untuk membedakan apa yang benar atau absah dari apa yang tidak.
Ini membawa saya pada dua titik akhir yang membutuhkan klarifikasi. Pertama, Mises tidak menyatakan bahwa setiap konsep dan prinsip yang dikemukakan oleh para ekonom (dan para teoritisi sosial secara umum) bisa ditarik dari kategori-kategori prakseologi yang bersifat a priori. Sembari menetapkan bahwa beberapa prinsip kunci, seperti utilitas marjinal dan preferensi waktu, secara implisit termuat dalam konsep tindakan manusia dan karenanya bisa dibedakan dengan mengurai implikasi logis dari konsep itu, dia juga percaya bahwa prinsip-prinsip lain, seperti “disutilitas kerja,” hanya bisa ditemukan lewat pengalaman. Karenanya merupakan suatu kekeliruan, sekalipun bersifat umum, untuk melekatkan pada Mises pandangan bahwa setiap prinsip ekonomi didasarkan pada penalaran a priori.

Kedua, kita harus memahami apa yang dimaksud Mises saat dia mengatakan bahwa prinsip-prinsip a priori ilmu ekonomi tidak bisa diverifikasi pun difalsifikasi dengan pengalaman spesifik. Ini menjadi bukti klaim bagi kritik yang menafsirkan bahwa prinsip-prinsip ekonomi, menurut Mises, tidak memiliki kaitan langsung dengan pengalaman kita mengenai dunia luar dan karena itu tidak pernah bisa difalsifikasi, sebagai persoalan prinsip. Karakterisasi ini, meskipun tidak seluruhnya keliru, bukan merupakan pandangan simpatik terhadap tujuan yang hendak dicapai oleh Mises – tujuan yang dipercaya sekalipun kita tidak setuju dengan Mises mengenai sifat a priori dari konsep-konsep prakseologi. Mari kita lihat problem ini.

Fakta-fakta partikular, termasuk fakta-fakta sejarah ekonomi, tidak bisa memverifikasi pun memfalsifikasi sebuah teori ekonomi karena mereka tidak membawa makna dalam dirinya. Hanya sebuah teori yang bisa menanamkan signifikansi pada sebuah fakta spesifik, jadi bukan fakta empiris, jika dilucuti dari pemahaman teoritis atas fakta itu, bisa memfalsifikasi sebuah teori. Setelah membagi “ilmu tindakan manusia” ke dalam dua cabang utama – prakseologi dan sejarah – Mises menyatakan lebih lanjut:
Pengalaman-pengalaman dengan apa ilmu-ilmu tindakan manusia harus berurusan senantiasa merupakan pengalaman dari fenomena kompleks. Tidak ada eksperimen laboratorium yang bisa dilakukan dengan mengacu pada tindakan manusia. Kita tidak pernah berada dalam posisi mengamati perubahan dalam hanya satu unsur, di mana semua syarat lain dari sebuah peristiwa tetap tidak berubah. Pengalaman historis sebagai pengalaman dari fenomena kompleks tidak memberi kita fakta-fakta dalam arti apa ilmu-ilmu alam menggunakan istilah ini untuk menandai peristiwa-peristiwa terisolasi yang diuji dalam eksperimen. Informasi yang disampaikan oleh pengalaman historis tidak bisa digunakan sebagai bahan bagi konstruksi teori dan prediksi atas peristiwa masa depan. Setiap pengalaman historis terbuka bagi beragam penafsiran, dan pada faktanya ditafsirkan dalam berbagai cara berbeda. 
Postulat positivisme dan mazhab metafisika sejenis karenanya bersifat ilusif. Mustahil untuk mereformasi ilmu-ilmu tindakan manusia menurut pola ilmu fisika dan ilmu-ilmu alam lainnya. Tidak ada cara untuk menetapkan sebuah teori a posteriori menyangkut kelakuan manusia dan peristiwa sosial. Sejarah juga tidak bisa membuktikan atau membatalkan pernyataan umum apapun dalam cara apa ilmu-ilmu alam menerima atau menolak sebuah hipotesa berdasarkan eksperimen laboratorium. Tidak juga verifikasi eksperimental maupun falsifikasi eksperimental atas sebuah proposisi umum dimungkinkan dalam wilayahnya.
Untuk meletakkan persoalan ini secara berbeda: Sekalipun sebuah fakta empiris mengenai tindakan manusia menyebabkan kita menguji ulang sebuah teori, fakta itu sendiri, yang akan konsisten dengan banyak sekali penafsiran teoritis, tidak dapat menguatkan pun membatalkan sebuah teori. Fakta-fakta empiris spesifik bisa relevan dengan sebuah teori, sejauh mereka bisa menyebabkan kita meragukan teori tersebut, tapi mereka tidak bersifat menentukan. Dalam ilmu-ilmu manusia hanya teori yang bisa membantah teori.

Rabu, 14 Januari 2015

THE ESSENTIAL ROTHBARD (sambungan 02)

oleh David Gordon
(Ludwig von Mises Institute; Auburn, Alabama; 2007)

POWER AND MARKET: BAGIAN TERAKHIR DARI RISALAH ROTHBARD

Sebagaimana yang aslinya direncanakan Rothbard buku Man, Economy, and State, akan memasukkan juga bagian terakhir yang memberikan klasifikasi komprehensif dan analisa atas tipe-tipe intervensi pemerintah. Sayangnya, bagian buku ini muncul pada edisi orisinal hanya dalam bentuk yang telah dipotong. Publikasi lengkapnya baru muncul pada tahun 1970, di bawah judul tersendiri Power and Market.[36] Versi lengkap Man, Economy, and State with Power and Market, sebagaimana yang diniatkan Rothbard, baru dipublikasikan secara lengkap pada tahun 2004.

Dalam Power and Market, Rothbard membagi intervensi pemerintah ke dalam dua tipe: triangular, di mana “penyerbu memaksa orang-orang melakukan pertukaran atau melarang mereka untuk melakukan itu,”[37] dan binari, pertukaran yang dipaksakan antara penyerbu dengan korbannya (pajak adalah contoh prinsipil mengenai hal ini). Dengan perhatian yang sungguh-sungguh, dia mengelaborasi klasifikasi mendetail mengenai kemungkinan jenis-jenis intervensi yang terdapat dalam masing-masing bentuknya, yang dalam setiap kasus menunjukkan efek-efek mengganggu dari campur tangan semacam itu.

Sebagai ilustrasi dari apa yang dilakukan Rothbard, simak keterangan berikut:
Semua pengeluaran pemerintah untuk sumber daya adalah bentuk belanja konsumsi, dalam arti bahwa uang dikeluarkan pada berbagai item karena pejabat pemerintah telah memutuskan hal itu… Benar bahwa para pejabat tidak mengonsumsi produk tersebut secara langsung, tapi keinginan mereka telah mengubah pola produksi dalam membuat barang-barang ini, dan karenanya mereka bisa disebut sebagai “konsumen”… semua pembicaraan mengenai “investasi” pemerintah adalah kekeliruan.[38]
Sebuah gagasan yang sederhana, bahkan terbukti dengan sendirinya, yang telah dibawa Rothbard ke dalam perhatian kita, tapi tidak sangat jelas bagi para penulis sebelumnya.

Power and Market tidak memuat sistem etika Rothbard; buku ini adalah karya tentang prakseologi dan karenanya bebas nilai. Meski begitu, Rothbard menyatakan bahwa seorang prakseolog bisa tiba pada konklusi yang sangat relevan dengan etika. Jika sebuah ideal etis yang diusulkan tidak bisa direalisasikan, hal itu secara rasional mesti ditolak. Untuk menerima hal ini tidak dibutuhkan ketaatan pada sebuah pandangan etis tertentu: yang dibutuhkan adalah rasio.
Jika sebuah tujuan etis bisa ditunjukkan sebagai kontradiktif terhadap dirinya sendiri dan mustahil secara konseptual untuk dipenuhi, maka tujuan tersebut jelas absurd dan harus ditinggalkan oleh semua orang… juga absurd untuk mengambil langkah pendekatan atas ideal tersebut… ini adalah kebenaran prakseologis yang diturunkan dari hukum yang mengatakan bahwa alat bisa mendapatkan nilainya hanya dengan ditarik dari tujuan.[39]
Salah satu tujuan yang mustahil seperti itu adalah kesetaraan pendapatan.
Pendapatan tidak pernah bisa setara. Pendapatan harus dipertimbangkan, tentunya, dalam bentuk riil dan bukan dalam bentuk uang; jika tidak maka tidak akan ada kesetaraan sejati… Karena setiap individu sudah seharusnya disituasikan dalam ruang yang berbeda, setiap pendapatan riil individu harus berbeda dari barang ke barang dan dari pribadi ke pribadi. Tidak ada cara untuk mengombinasikan barang-barang dari berbagai tipe berbeda, untuk mengukur “tingkat” pendapatan, jadinya sia-sia jika kita mencoba untuk tiba pada suatu jenis tingkat “kesetaraan.”[40]
Kesetaraan kesempatan juga berlangsung tidak lebih baik.
Namun konsep ini juga sama sia-sianya dengan konsep sebelumnya. Bagaimana bisa kesempatan orang New York dan kesempatan orang Indian untuk berlayar di sekitar Manhattan, atau untuk berenang di sungai Gangga, bisa “disetarakan”? Perbedaan lokasi manusia yang mutlak secara efektif mengeliminasi setiap kemungkinan menyetarakan “kesempatan.”[41]
Buku ini juga menjadi sasaran kritik layu kanon-kanon standar mengenai keadilan dalam perpajakan. Garis serangan Rothbard berbeda dari kebanyakan ekonom pasar bebas yang menekankan kejahatan pajak progresif. Rothbard tidak mencintai prinsip progresif, tapi dia menemukan beberapa argumen melawan prinsip tersebut ternyata cacat:
Keberatannya bersifat etis-politis – bahwa “kaum miskin merampok kaum kaya.” Implikasinya adalah bahwa orang miskin yang membayar 1 persen dari pendapatannya telah “merampok” orang kaya yang membayar 80 persen. Tanpa menilai kebaikan atau kejelekan perampokan, kita bisa berkata bahwa pendapat ini tidak absah. Kedua warga negara tersebut telah dirampok – oleh Negara… Bisa saja terdapat keberatan bahwa kaum miskin menerima subsidi bersih dari hasil pajak… [tetapi] fakta pajak progresif tidak dengan sendirinya mengimplikasikan bahwa “kaum miskin” akan disubsidi secara massal.[42]
Bagi Rothbard, tingkat pajak adalah isu kuncinya: “Sesungguhnya, tingkat pajak jauh lebih penting daripada keprogresivannya dalam menentukan jarak yang telah ditempuh masyarakat dari pasar bebas.”[43] Orang kaya yang harus membayar pajak progresif yang tinggi akan lebih baik daripada di bawah sistem proporsional dengan tingkat yang lebih tinggi. 

Sebuah bagian yang singkat namun brilian yang membantah lebih dulu argumen-argumen anti-pasar yang didasarkan pada “keberuntungan” yang terbukti sangat berpengaruh dalam karya terakhir John Rawls dan kebanyakan pengikutnya. 
Tidak ada pembenaran untuk berkata bahwa kaum kaya lebih beruntung daripada kaum miskin. Sangat mungkin bahwa banyak atau kebanyakan orang kaya tidak beruntung dan mendapatkan kurang dari DMVP [discounted marginal value product] mereka, sementara kebanyakan orang miskin sudah beruntung dan mendapatkan lebih. Tidak ada yang bisa mengatakan apa itu distribusi keberuntungan; maka, tidak ada pembenaran di sini bagi sebuah kebijakan “redistribusi.”[44]
Gagasan Rothbard tidak tergantung pada penerimaan atas pandangannya bahwa orang-orang layak mendapatkan nilai dari apa yang mereka produksi. Tetapi, isunya adalah bahwa kita harus pertama-tama menentukan prinsip distribusi sebelum bisa menentukan apakah seseorang itu “beruntung.”

Para pembela pasar bebas berpendapat bahwa derma privat sudah cukup bagi orang miskin dan orang cacat, tapi di sini mereka harus menjawab sebuah keberatan. Tidakkah derma itu bersifat merendahkan? Jawaban Rothbard tetap berada dalam batas prakseologi, karena tidak melibatkan penilaian etis. Dia mencatat bahwa mereka yang mengemukakan keberatan ini tidak bisa secara konsisten mendukung bantuan pemerintah.
Kaum Negarais… sering mengatakan bahwa derma itu merendahkan martabat mereka yang menerima, dan karenanya dia harus diajarkan bahwa uang itu adalah haknya, diberikan kepadanya oleh pemerintah sebagai haknya. Tetapi gagasan yang sering dirasa menghina ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Isabel Patterson, berasal dari fakta bahwa penerima derma tidak mandiri di pasar… Meski begitu, memberikannya hak moral dan legal untuk mendenda rekan-rekannya akan menambah degradasi moralnya bukannya mengakhiri, karena si penerima sekarang telah dihapuskan dari garis produksi… Kita bisa mengatakan bahwa setiap orang yang menganggap derma privat bersifat merendahkan harus secara logis menyimpulkan bahwa derma Negara jauh lebih dari itu.[45]
bersambung...

Notes:

[36] Power and Market: Government and the Economy (Kansas City: Sheed Andrews and McMeel, 1970).

[37] Man, Economy, and State with Power and Market, hal. 1075.

[38] Ibid., hal. 1153.

[39] Ibid., hal. 1297–98.

[40] Ibid., hal. 1310.

[41] Ibid.

[42] Ibid., hal. 1193–94.

[43] Ibid., hal. 1194.

[44] Ibid., hal. 1333. Filsuf Susan Hurley nantinya mengembangkan gagasan yang sama dalam karyanya Justice, Luck, and Knowledge (Cambridge, Mass.: Harvard University Press, 2003). Lihat review saya dalam The Mises Review 9,
no. 2 (Summer, 2003).


[45] Ibid., hal. 1320–21.

Minggu, 11 Januari 2015

THE ESSENTIAL ROTHBARD (sambungan 01)

oleh David Gordon
(Ludwig von Mises Institute; Auburn, Alabama; 2007)

MAN, ECONOMY, AND STATE: RISALAH ROTHBARD TENTANG TEORI EKONOMI

Rothbard segera menarik perhatian William Volker Fund, yang pada waktu itu merupakan kelompok utama yang memberikan bantuan finansial kepada para sarjana liberal klasik. Lembaga ini menugaskan Rothbard untuk menulis sebuah buku teks, yang cocok untuk mahasiswa, yang akan menjelaskan Human Action dalam bahasa sederhana. Dia menulis bagian contoh tentang uang dan kredit yang mendapatkan persetujuan Mises. Begitu karya Rothbard dilanjutkan, proyek tersebut berubah menjadi sesuatu yang lebih besar. Hasilnya, dua volume Man, Economy, and State, yang merupakan sebuah risalah besar dan salah satu sumbangan penting bagi ilmu ekonomi Austria di abad 20, yang diterbitkan tahun 1962.

Mises bisa menangkap pentingnya buku tersebut. Membuat review soal buku itu di The New Individualist Review, Mises menyebutnya “sumbangan penting bagi ilmu umum tindakan manusia, prakseologi, dan bagian uraiannya yang secara praktis paling penting serta yang terbaik hingga saat ini, ekonomi.”[15] Mises, seperti yang diketahui oleh mereka yang mempelajari karyanya, adalah seorang kritisi hebat; baginya untuk mengatakan hal seperti ini mengenai sebuah buku sungguh sangat luar biasa.

Rothbard sepenuhnya cocok dengan upaya Mises untuk mendeduksi seluruh ekonomi dari aksioma tindakan, dikombinasikan dengan beberapa postulat tambahan. Dalam lebih banyak detail daripada yang telah dilakukan Mises, dia membuat deduksi; dan dalam prosesnya, menyumbangkan inovasi teoritis besar pada prakseologi.

Pandangannya mengenai prakseologi berbeda dalam cara yang halus tapi substansial dengan Mises. Rothbard berpikir bahwa kita secara langsung memahami kemestian dalam dunia empirik. Kita tidak hanya melihat bahwa manusia bertindak: kita pada saat yang sama juga memahami bahwa ini adalah ciri penting dari sifat manusia. Ini adalah pandangan Aristotelian dan Skolastik, berlawanan dengan posisi Kantian Mises; saat menyatakan bahwa “semua manusia bertindak berdasarkan eksistensi dan sifat mereka sebagai manusia,” Rothbard mengutip sebagai pendukung Buku I dari karya Aristoteles Nicomachean Ethics.[16] Mises berpendapat bahwa manusia harus berpikir menurut beberapa kategori tertentu. Jika demikian, kita bisa mengetahui beberapa proposisi tertentu, seperti aksioma tindakan, benar a priori; kita mengetahui proposisi-proposisi ini dalam arti kita tidak bisa berpikir dalam suatu cara yang bertentangan dengannya. ini memungkinkan adanya jurang antara dunia sebagaimana tampaknya dan dunia sebagaimana adanya. tidak ada jurang seperti itu dalam pandangan Rothbard.

Dia menolak standar penggunaan bukti matematika neoklasik dalam ekonomi, bagian yang juga tidak hilang dari Mises, yang berkomentar:
Dalam beberapa kalimat brilian, dia [Rothbard] melumpuhkan perlengkapan utama ekonom matematika, yaitu gagasan sesat untuk mengganti konsep determinasi timbal balik dan keseimbangan dengan konsep usang sebab dan akibat.[17]
Karya ini sungguh luar biasa dalam ketelitian dan kreativitasnya. Salah satu yang paling penting dari inovasi yang dibuat buku ini melibatkan argumen terkenal Mises. Rothbard mengatakan bahwa argumen kalkulasi sosialis Mises, pada hakekatnya, bukanlah argumen mengenai sosialisme. Akan tetapi, titik fundamental argumen tersebut adalah bahwa dalam ketidakhadiran pasar, kalkulasi ekonomi tidak bisa dilakukan. Maka, sebuah firma, sekalipun dimiliki secara pribadi, yang mengendalikan seluruh ekonomi juga tidak akan mampu menghitung:
Analisa kami dimaksudkan untuk memperluas diskusi terkenal mengenai kemungkinan kalkulasi ekonomi di bawah sosialisme, yang dimulai oleh Professor Ludwig von Mises lebih dari 40 tahun lalu. Mises, yang memiliki kata terakhir dan juga pertama dalam debat tersebut, telah mendemonstrasikan secara tak terbantahkan bahwa sistem ekonomi sosialis tidak bisa menghitung, karena ketiadaan pasar, dan karenanya juga ketiadaan harga bagi produser dan terutama bagi barang modal. Sekarang kita melihat bahwa, secara paradoks, alasan kenapa ekonomi sosialis tidak bisa menghitung bukanlah secara khusus karena sosialis! Sosialisme adalah sistem di mana negara secara paksa mengambil kendali atas semua alat produksi dalam ekonomi. Alasan kemustahilan kalkulasi di bawah sosialisme adalah bahwa satu agen memiliki atau mengarahkan penggunaan semua sumber daya dalam ekonomi. Harus jelas bahwa tidak ada bedanya apakah satu agen tersebut adalah Negara atau individu privat atau kartel privat. Manapun yang terjadi, tidak ada kemungkinan kalkulasi di manapun dalam struktur produksi, karena proses produksi hanya akan bersifat internal dan tanpa pasar. Tidak akan ada kalkulasi, dan karenanya irasionalitas dan kekacauan ekonomi sempurna akan terjadi, entah sang pemilik tunggal adalah Negara atau pribadi.[18]
Di sini Rothbard secara brilian menggabungkan argumen Mises dengan pernyataan utama Ronald Coase dalam “The Nature of the Firm.”[19] Coase menganggap firma individual, berhadapan dengan keputusan apakah akan memperluas produksi secara internal atau membeli produk di pasar. Dia mengatakan bahwa dalam “sebuah sistem persaingan terdapat jumlah ‘optimal’ perencanaan.”[20] Rothbard melihat bahwa Mises dan Coase membuat poin yang sama. seperti yang dicatat Rothbard,
Bagi setiap barang modal, harus ada pasar yang pasti di mana perusahaan-perusahaan membeli dan menjual barang itu. Sudah jelas bahwa hukum ekonomi ini merancang kepastian maksimal bagi ukuran relatif dari setiap perusahaan tertentu pada pasar bebas… Karena hukum ini, tidak akan pernah ada Satu Kartel Besar yang mengatasi seluruh ekonomi atau penggabungan hingga Satu Perusahaan Besar memiliki semua asset produktif dalam ekonomi.[21]
Tidak ada tendensi menuju monopoli yang ada pada pasar bebas. Di sini Rothbard mengikuti Mises dan para ekonom pasar bebas lainnya; tapi dia bergerak melampaui mereka. dalam inovasi lain, dia mengklaim bahwa seluruh konsep harga monopoli tidak berlaku untuk pasar bebas. Tidak ada perangkat untuk membedakan apa yang disebut harga monopoli, yang ditentukan oleh perusahaan tunggal dalam sebuah industri, dari harga kompetitif.
Terdapat cacat besar dalam literatur ekonomi menyangkut keseluruhan isu ini: kegagalan untuk menyadari ilusi dalam seluruh konsep harga monopoli… bahwa ada yang dianggap sebagai “harga kompetitif,” pada apa “harga monopoli” tertinggi – hasil dari tindakan restriktif – dibedakan. Tidak, jika kita menganalisa persoalan ini dari dekat, akan terbukti bahwa… tidak ada cara untuk membedakan, bahkan secara konseptual, setiap harga yang diberikan sebagai “harga monopoli.” Dugaan “harga kompetitif” tidak bisa diidentifikasi baik oleh produser sendiri maupun oleh pengamat netral.[22]
Argumen Rothbard bagi kesimpulan radikal ini sangat terus terang:
Elastisitas kurva permintaan juga tidak membentuk kriteria apapun. Sekalipun semua kesulitan menemukan dan mengenali kurva permintaan sudah ditanggulangi… kita telah melihat bahwa harga, jika diperkirakan secara akurat, akan selalu dirancang oleh pembeli sehingga kisaran di atas harga pasar akan elastis. Bagaimana setiap orang, termasuk sang produser sendiri, mengetahui apakah harga pasar ini bersifat kompetitif atau monopoli?[23]
Dia tidak menunjukkan rasa iba pada teori persaingan monopolistis Joan  Robinson dan Edward Chamberlin:
Teoritisi persaingan monopolistis membedakan perusahaan ideal ini [yaitu, perusahaan tanpa pengaruh atas harga] dengan perusahaan yang memiliki pengaruh pada penentuan harga dan karenanya pada derajat tertentu bersifat “monopolistis.” Jelas bahwa kurva permintaan bagi sebuah perusahaan tidak bisa seluruhnya elastis sempurna.[24]
Teori modal bersifat sentral bagi ilmu ekonomi Austria, dan Rothbard melampirkan kekhususan penting dalam unifikasi yang dilakukannya antara “teori sewa yang brilian dan telah dilupakan” dari Frank Fetter[25] dengan teori bunga dengan preferensi waktu murni dan teori struktur produksi dari Mazhab Austria. Tidak mengejutkan bahwa dia dengan sengit menunjukkan keuntungan dari pandangan Austria berhadapan dengan doktrin-doktrin lawan, dan dia melakukan kritik keras terhadap posisi alternatif utama. Menurut Frank Knight, modal adalah dana abadi; ini bertentangan dengan pandangan Mazhab Austria, yang dipelopori oleh Eugen von Bohm-Bawerk, yang menekankan tahap-tahap produksi dari waktu ke waktu. Rothbard menyerang teori ini dalam bentuk yang diberikan padanya oleh salah seorang murid Knight, Earl Rolph.
Rolph menggambarkan sistem produksi, yang terpisah atau terintegrasi, tanpa ada yang membuat kemajuan dari barang yang ada (modal uang) yang dia tolak keberadaannya. Dan begitu para buruh dan tuan tanah mengerjakan produk-produk antara selama bertahun-tahun tanpa bayaran, hingga produk jadi telah siap bagi konsumen, Rolph mendesak mereka untuk tidak kuatir, karena mereka secara implisit telah dibayar secara simultan saat mereka bekerja. Inilah implikasi logis dari posisi Knight-Rolph.[26]
Rothbard melancarkan kritik mendasar dan menjangkau jauh pada ilmu Keynesian. Dia memulai serangannya pada Keynes dengan menunjukkan bahwa pada basis dari keseluruhan sistem Keynesian terdapat asumsi yang keliru. Keynes mengemukakan bahwa pengeluaran total bisa tidak mencukupi apa yang dibutuhkan untuk menjaga lapangan kerja. Tapi bagaimana ini bisa terjadi? Jika pekerja menganggur, tidakkah mereka akan meminta upah rendah? Lalu bagaimana bisa terjadi pengangguran terus menerus pada pasar bebas?

Keynes mengasumsikan bahwa upah tidak bisa turun. “‘Ekuilibrium kekurangan pekerjaan’ Keynesian hanya muncul jika tingkat upah uang kaku ke bawah, yaitu, jika kurva penawaran tenaga kerja di bawah ‘lapangan kerja penuh’ secara tidak terbatas bersifat elastis.”[27]

Dengan peningkatan pengeluaran pemerintah, saat upah uang tetap konstan, upah riil turun. Banyak inovasi kebanggaan Keynes terdiri dari upaya yang rumit untuk mengelabui pekerja. Mereka hanya melihat upah uang mereka; entah bagaimana, mereka akan gagal untuk melihat bahwa mereka tengah menghadapi pemotongan upah.

Rothbard menemukan bahwa resep Keynesian total tidak mencukupi:
Bagaimanapun juga, serikat kerja telah belajar mengenai problem daya-beli dan perbedaan antara tarif uang dan tarif nyata; tentu saja, tidak butuh banyak kemampuan menalar untuk menangkap perbedaan ini. Ironisnya, dukungan Keynes atas inflasi didasarkan pada “ilusi uang” yang bersandar pada pengalaman sejarah… bahwa, selama terjadinya inflasi, harga jual meningkat lebih cepat daripada tingkat upah. Namun bentuk ekonomi di mana serikat kerja memberlakukan tingkat upah minimum tepatnya adalah bentuk ekonomi di mana serikat kerja akan hidup dengan kerugian pada upah riil, juga uang mereka.[28]
Maka, untuk mengakhiri pengangguran, upah harus turun. Tapi kaum Keynesian tidak juga kalah: mereka “bergantung pada tali terakhir dari simpul mereka.”[29] Mereka berargumen bahwa sekalipun upah turun, pengangguran bisa bertahan. Permintaan spekulatif atas uang akan menahan investasi: para pengusaha, mengantisipasi turunnya harga, akan menimbun uang mereka.

Analisa Rothbard atas gagasan ini merupakan salah satu dari inovasinya yang paling hebat. dalam kritiknya, Rothbard mengantisipasi karya mengenai ekspektasi rasional yang dengannya Robert Lucas memenangkan Hadiah Nobel.[30] Rothbard mengatakan bahwa Keynes secara keliru berpikir bahwa permintaan spekulatif akan uang menentukan tingkat bunga. Sebaliknya, permintaan akan uang merupakan respons spekulatif:
Salah satu kesalahan fundamental Keynesian adalah ngotot menganggap tingkat suku bunga sebagai tingkat kontrak pinjaman, bukannya harga yang menyebar di antara tahap-tahap produksi. Yang pertama, sebagaimana yang telah kita lihat, hanya merupakan cerminan dari yang terakhir. Ekspektasi yang kuat akan peningkatan pesat dalam tingkat suku bunga berarti ekspektasi yang kuat akan peningkatan harga yang menyebar, atau tingkat pengembalian bersih. Penurunan dalam harga berarti para pengusaha berharap bahwa faktor harga akan segera turun, berhenti berinvestasi dan menunggu peristiwa menyenangkan ini sehingga pengembalian mereka akan lebih besar. Ini bukan “preferensi likuiditas” tapi spekulasi mengenai perubahan harga.[31]
Pada titik ini, Rothbard mengajukan gagasan penting yang mengantisipasi Lucas. Dia mengatakan bahwa spekulasi semacam itu bukanlah sumber ketidakstabilan. Sebaliknya, “ekspektasi penurunan faktor harga mempercepat gerakan menuju keseimbangan dan karenanya juga menuju relasi bunga murni sebagaimana yang ditentukan oleh preferensi waktu.”[32]

Tapi bagaimana jika permintaan akan uang meningkat hingga jangkauan yang tak terbatas? Bagaimana jika para pengusaha tidak berinvestasi sama sekali?
Keynesian kuatir bahwa orang-orang akan menimbun bukannya membeli obligasi karena takut akan turunnya harga sekuritas… ini berarti… tidak berinvestasi karena ekspektasi akan peningkatan segera dalam tingkat bunga alami. Bukannya bertindak sebagai blokade, ekspektasi ini mempercepat penyesuaian berikutnya. Lebih lagi, permintaan akan uang tidak bisa tak terbatas karena orang-orang harus terus mengonsumsi, apapun ekspektasi mereka.[33]
Singkatnya, pandangan Keynesian mengenai preferensi likuiditas secara fundamental tidak mencukupi:
Bagaimanapun juga para Keynesian menghubungkan preferensi likuiditas bukan dengan ketidakpastian umum, tetapi dengan ketidakpastian spesifik dari harga obligasi di masa depan. Tentunya ini merupakan pandangan yang sangat dangkal dan terbatas.[34]
Penekanan Rothbard mengenai peran ekspektasi dalam mempercepat penyesuaian tingkat suku bunga berlaku lebih luas dari hanya pada problem penimbunan Keynesian. Efeknya hadir untuk semua perubahan harga yang diantisipasi. Dia menulis:

Tingkat bunga alami di pasar memuat komponen daya-beli yang mengoreksi tingkat riil, secara positif dalam bentuk uang selama ekspansi umum, dan secara negatif selama kontraksi umum. Tingkat pinjaman hanya akan menjadi cerminan dari apa yang telah terjadi dalam tingkat alami. Sejauh ini, pembahasan ini mirip dengan gagasan [Irving] Fisher, kecuali bahwa ini merupakan hasil dari perubahan aktual, bukan perubahan yang diantisipasi… Telah kita lihat bahwa bukannya mengambil kerugian moneter… para pengusaha akan menahan pembelian faktor-faktor hingga harga faktor produksi turun langsung hingga ke tingkat rendah di masa depan. Tetapi proses pergerakan harga antisipatif ini tidak tampak hanya dalam kasus ekstrim prospektif pengembalian “negatif.” Hal itu terjadi setiap kali perubahan harga diantisipasi… Jika semua perubahan diantisipasi oleh setiap orang, tidak akan ada ruang bagi komponen daya-beli [dari tingkat suku bunga] untuk berkembang.[35]

bersambung...



Notes:

[15] Ludwig von Mises, The New Individualist Review (Autumn, 1962): 41.

[16] Man, Economy, and State with Power and Market, hal. 2.

[17] Mises, New Individualist Review, hal. 40.

[18] Man, Economy, and State with Power and Market, hal. 614–15.

[19] Ronald Coase, “The Nature of the Firm,” Economica n.s. 386 (1937).

[20] Dikutip dalam Man, Economy, and State with Power and Market, hal. 613.

[21] Ibid., hal. 613; penekanan oleh pengarang.

[22] Ibid., hal. 687–88; penekanan oleh pengarang.

[23] Ibid., hal. 689; penekanan oleh pengarang.

[24] Ibid., hal. 721; penekanan oleh pengarang.

[25] Ibid., hal. xcv.

[26] Ibid., hal. 507.

[27] Ibid., hal. 780.

[28] Ibid., hal. 784.

[29] Ibid., hal. 785.

[30] Saya sangat berterima kasih kepada Professor Bryan Caplan karena mengingatkan saya akan hal ini.

[31] Man, Economy, and State with Power and Market, hal. 789–90; penekanan oleh pengarang.

[32] Ibid., hal. 790.

[33] Ibid., hal. 791.

[34] Ibid.; penekanan oleh pengarang.

[35] Ibid., hal. 796.

Rabu, 07 Januari 2015

THE ESSENTIAL ROTHBARD

oleh David Gordon
(Ludwig von Mises Institute; Auburn, Alabama; 2007)

Mr. Libertarian
2 Maret 1926 - 7 Januari 1995
PENGANTAR

Hari ini 20 tahun yang lalu, tepatnya 7 Januari 1995, Murray Newton Rothbard meninggal dunia di New York City, Amerika Serikat. Untuk memperingati kepergian pemikir besar Libertarianisme ini, saya telah menerjemahkan, semampu saya, sebuah buku yang mengupas beberapa hal esensial dari pemikiran Rothbard. Buku tersebut berjudul The Essential Rothbard karya filsuf libertarian David Gordon yang diterbitkan oleh Ludwig von Mises Institute, Auburn, Alabama, tahun 2007.

Nama Murray N. Rothbard tidak hanya bersifat esensial bagi kebangkitan kembali filsafat politik Liberalisme Klasik dalam model Libertarianisme yang bertumpu pada ilmu ekonomi Mazhab Austria, tapi juga bagi mengemukanya keperluan untuk membangun apa yang boleh kita sebut sebagai kajian libertarian / libertarian studies yang memang menjadi niat saya untuk diperkenalkan lewat blog ini. Bagi saya, Rothbard adalah nama pertama yang pemikirannya harus kita pelajari jika kita ingin melangkah dalam rimba kajian mengenai paham dan konsep kebebasan ini.

Lebih dari itu, saya ingin menjadikan tahun 2015 ini sebagai tahun Rothbard atau, lebih tepatnya lagi, tahun Rothbardian. Tahun di mana blog ini akan saya isi dengan pemikiran-pemikiran Rothbard dalam bidang filsafat politik. Sejak pertengahan 2014 kemarin, saya telah menerjemahkan beberapa karya filsafat politik Rothbard yang saya anggap penting, seperti For a New Liberty: The Libertarian Manifesto yang bagi saya anggap merupakan “kitab suci” filsafat libertarianisme, Anatomy of the State, Egalitarianism as a Revolt Against Nature, dan Left, Right, and the Prospects for Liberty.

Tapi saya ingin memulai semua itu dengan mengeposkan penggal demi penggal terjemahan atas The Essential Rothbard dalam blog ini sebagai penuntun awal bagi kita untuk memasuki dunia intelektual Rothbard. Saya memiliki pengalaman tersendiri dengan buku Gordon ini. Saya telah membaca beberapa buku Rothbard jauh sebelum membaca Gordon dan tidak pernah mampu untuk mengutuhkan pemahaman saya atas Rothbard. Namun setelah membaca Gordon, barulah saya bisa menemukan cara untuk memahami Rothbard secara lebih utuh.

Catatan:
Dalam melakukan penerjemahan ini, dan buku serta tulisan lainnya, saya selalu menyadari kelemahan saya yang sangat mendasar sebagai penerjemah. Untuk itu, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada hasil terjemahan saya yang keliru atau terpaksa saya tuliskan lebih dengan menafsirkan daripada menerjemahkan.

Manado, 7 Januari 2015
Penerjemah



PENDAHULUAN

Murray N. Rothbard, seorang sarjana dengan cakupan luar biasa, memberikan sumbangan besar pada ilmu ekonomi, sejarah, filsafat politik, dan teori hukum. Dia mengembangkan dan memperluas ilmu ekonomi Austria dari Ludwig von Mises, yang seminarnya diikuti Rothbard selama berbilang tahun. Rothbard sendiri telah memapankan dirinya sebagai teoritisi utama Mazhab Austria di paruh terakhir abad 20 dan menerapkan analisis Mazhab Austria dalam topik-topik seperti Depresi Besar 1929 dan sejarah perbankan Amerika.

Seseorang yang membaca buku-buku dan artikel-artikel Murray Rothbard tanpa lebih dulu berkenalan dengan pengarangnya tidak heran akan menduga bahwa ada lima atau enam orang sarjana yang sama-sama bernama “Murray Rothbard.” Karena tentunya satu orang saja tidak akan bisa menjadi pengarang dari begitu banyak buku dalam begitu banyak lapangan akademis berbeda, serta juga ratusan artikel mengenai politik kontemporer. Meski demikian, siapapun yang pernah bertemu dengan Murray Rothbard tidak akan tercengang lagi pada cakupan produktivitas intelektualnya yang begitu luas. Kecekatan dan energi mentalnya yang mengagumkan membuat apa yang pada kita merupakan teka-teki menjadi hanya sekedar persoalan biasa baginya.

Rothbard bukanlah jenis sarjana menara gading yang hanya berminat pada kontroversi akademis. Jauh dari itu, dia menggabungkan ilmu ekonomi Austria dengan komitmen yang bersungguh-sungguh pada kebebasan individu. Dia mengembangkan sintesis unik yang mengombinasikan tema-tema dari kaum individualis Amerika abad ke-19 seperti Lysander Spooner dan Benjamin Tucker dengan ilmu ekonomi Austria. Hasilnya adalah sebuah filsafat politik baru, dan Rothbard mencurahkan energi intelektualnya yang luar biasa, selama lebih dari 45 tahun, untuk mengembangkan dan memajukan libertarianisme gaya dia. Dalam melakukan hal itu, dia menjadi intelektual publik Amerika yang utama.

Saya akan berusaha keras dalam bagian-bagian berikut untuk memberikan tuntunan menuju garis utama pemikiran Rothbard, lewat kajian atas buku-buku utama serta sejumlah artikel yang ditulisnya.



TAHUN-TAHUN AWAL – MENJADI SEORANG LIBERTARIAN

Murray Rothbard lahir pada tanggal 2 Maret 1926, anak dari David dan Rae Rothbard. Dia adalah pelajar yang brilian sejak masih kecil; dan catatan akademisnya di Columbia University, di mana dia mengambil mayor matematika dan ekonomi, adalah bintang.

Di Columbia, filsuf Ernest Nagel memberi kesan yang kuat kepada Rothbard. Nagel selalu melibatkan para mahasiswa dalam diskusi: Rothbard mengatakan bahwa Nagel selalu bersemangat mempelajari apakah seorang mahasiswa bisa berkontribusi pada problem yang membingungkan dia. Nagel menekankan analisis yang berhati-hati atas argumen; dan di kelas yang diikuti Rothbard mengenai filsafat ilmu sosial, Nagel mengkritik mazhab institusionalis yang menentang teori ekonomi. Nagel menyatakan bahwa ekonom tidak boleh membatasi diri mereka dengan mengumpulkan data. Teori yang baik menjelaskan fakta: bukan mereproduksi fakta.

Jika demikian, keberatan utama kaum institusionalis pada hukum-hukum ekonomi telah keliru. Mereka mengklaim bahwa kebenaran pernyataan-pernyataan teoritis hanya bersifat kira-kira saja, karena teori tidak pernah bisa sepenuhnya akurat dalam mereproduksi detail dunia nyata.
Kaum institusionalis menganggap teori ekonomi hanya bersifat relatif terhadap situasi historis tertentu; karena itu hukum teoritis ekonomi yang universal tidak absah adanya. Menurut kaum institusionalis, setiap teoritisi mewacanakan problem yang paling menekan pada zamannya … Jadi mereka berkesimpulan bahwa teoritisi ekonomi bersifat selektif. Namun penyelidikan ilmiah apapun pasti bersifat selektif![1]
Nagel menerima premis mereka tapi menolak konklusinya. Sebuah penjelasan tidak bertujuan untuk mereproduksi dunia, tapi hanya untuk memperhitungkannya. Jika seorang ekonom, misalnya, berkata bahwa di bawah kondisi-kondisi tertentu, jika harga barang jatuh, kuantitas yang diminta akan meningkat, penjelasannya tidak bisa disalahkan karena kekeliruan untuk membuat daftar setiap detail mengenai setiap pasar partikular.
Sebuah teori harus: (1) menjelaskan, (2) memberikan cara untuk meramalkan… Melakukan kritik atas sebuah teori (seperti yang dilakukan kaum institusionalis) berdasarkan bahwa asumsi-asumsi fundamental teori tersebut tidak didukung oleh bukti statistik tentu sangat lemah – karena dibutuhkan waktu berabad-abad untuk mengakumulasi bukti.[2]
Rothbard menerima poin Nagel mengenai penjelasan dan tidak pernah melenceng dari gagasan itu; tetapi dia kemudian menolak pandangan Nagel mengenai ramalan.

Dalam menerima teori, dia berbeda dari ajaran kebanyakan fakultas di departemen ekonomi Columbia. Banyak dari para guru besar penting menerima kredo institusionalis. Sangat dipengaruhi oleh Wesley Clair Mitchell, tokoh kunci dalam National Bureau of Economic Research, Arthur Burns dan John Maurice Clark memandang teori ekonomi secara skeptis.[3] Burn sendiri adalah seorang teoritisi ulung, tapi keahliannya terutama diarahkan untuk mengkritik karya orang lain.[4] Burn telah mengenal Rothbard sejak kecil, dan David Rothbard meminta Burn untuk “mengawasi” anaknya. Meski begitu, tidak ada hubungan akademis yang akrab antara keduanya selama Rothbard di Columbia.

Beruntung, salah seorang dosennya, George Stigler, tidak bermusuhan dengan teori; dan dalam kuliah-kuliahnya Rothbard bertemu dengan argumen-argumen kritis menyangkut harga dan kontrol sewa yang sangat mengesankan baginya. Stigler, bersama Milton Friedman, menulis pamflet yang mengkritik kontrol harga, yang dipublikasikan oleh Foundation for Economic Education.[5] Rothbard menulis kepada kelompok ini dan segera berkunjung ke markas mereka. di sini dia berjumpa dengan pendiri FEE, Leonard Read, juga F.A. (“Baldy”) Harper, ekonom dan filsuf sosial yang tidak hanya mendukung pasar bebas, tapi juga meragukan perlunya pemerintah dalam segala hal. Bahkan yang lebih penting lagi, dia bertemu dengan Ludwig von Mises. Pembelaan ketat Mises atas ekonomi pasar bebas memiliki dampak yang luar biasa dalam pemikiran Rothbard; dan saat karya utama Mises Human Action,[6] muncul di tahun 1949, dia melahap habis buku itu. Dia mengikuti seminar Mises di New York University, dan menjadi salah satu peserta utama seminar tersebut. Untuk seminar itu, Rothbard menulis sejumlah makalah yang nantinya dia masukan ke dalam karya terbitannya: termasuk laporan mengenai kritik ekonom neo-Kantian Harro Bernardelli terhadap teori utilitas dan analisa atas teori kuantitas mengenai uang.

Sementara itu, Rothbard telah lulus dari Columbia – dia terpilih sebagai anggota Phi Beta Kappa – dengan mayor dalam ilmu ekonomi dan matematika serta memulai karya pasca sarjana dalam ekonomi.[7]

Di kuliah pasca sarjana, pembimbing Rothbard adalah sejarawan ekonomi terkemuka Joseph Dorfman, pengarang berjilid-jilid buku The Economic Mind in American Civilization,[8] sebuah karya pengetahuan yang sangat luas. Rothbard berkata soal Dorfman:
Prof. Dorfman benar-benar tanpa rekan sebagai sarjana murni dalam sejarah pemikiran dan opini ekonomi Amerika. Dia membuat kebanyakan sejarawan tampak seperti wartawan… Dorfman adalah orang pertama yang menghancurkan karya Arthur Schlesinger, Jr. Age of Jackson. Schlesinger telah menampilkan Jackson sebagai seorang proto-FDR, memimpin kekuatan massa melawan monopoli kapitalisme; sesungguhnya, yang ditunjukkan Dorfman adalah kaum Jacksonian adalah tipe libertarian: menjagokan perdagangan bebas, laissez-faire, pernyataan hak, dan uang keras, serta pro-perniagaan.[9]
Rothbard mengambil semangat Dorfman untuk belajar sejarah, dan tesis doktoralnya mengenai The Panic of 1819[10] menjadi karya standar hingga saat ini. Rothbard memperoleh gelar doktor pada tahun 1956; dia tidak bisa selesai lebih awal karena perselisihan pendapat antara Dorfman dan Burns mengenai bagaimana tesis tersebut harus dilanjutkan.

Begitu telah memperdalam pemahamannya akan ekonomi laissez-faire, Rothbard menghadapi dilema. Jika argumen yang kuat bisa menunjukkan bahwa pasar dapat menyediakan barang dan jasa lebih baik dari Negara, kenapa kita harus membuat pengecualian untuk pertahanan dan peradilan? Kenapa di sini kita menghadapi situasi unik di mana penyediaan oleh suatu monopoli koersif yang melebihi pasar? Argumen bagi penyediaan barang dan jasa oleh pasar diterapkan seluruh wilayah. Jika begitu, kenapa tidak perlindungan dan pertahanan juga ditawarkan oleh pasar daripada disediakan oleh suatu monopoli koersif? Rothbard sadar bahwa entah dia harus menolak laissez-faire atau memeluk anarkisme individualis. Keputusannya, muncul di musim dingin 1949, tidaklah sulit. Sekali isu tersebut dimunculkan, Rothbard sadar bahwa, betapapun mengejutkannya, pasar bebas tidak harus ditinggalkan bahkan dalam persoalan ini.

Dalam tanggapan ikonoklastiknya, Rothbard banyak dipengaruhi oleh beberapa anarkis individualis abad 19. Dia menyebut karya Lysander Spooner No Treason[11] “kasus terbesar bagi filsafat politik anarkis yang pernah ditulis,” dan meletakkannya dalam daftar “Buku yang Membentuk Saya.”[12] Dia mengistilahkan Benjamin Tucker sebagai “filsuf politik brilian” mengabaikan “ketidaktahuannya yang kepalang mengenai ekonomi.”[13] Upaya mendetail dari ekonom Belgia Gustave de Molinari untuk menguraikan bagaimana sistem perlindungan privat akan berfungsi sangat mengesankan Rothbard:
Secara singkat, pikirnya: [jika] persaingan bebas [bisa] menyediakan jasa yang paling efisien bagi konsumen, dan monopoli selalu buruk dalam semua barang dan jasa, kenapa ini tidak diterapkan juga pada jasa pertahanan. Dia menyatakan bahwa para pengusaha tunggal bisa menyediakan perlindungan di daerah pedesaan, sementara perusahaan tipe asuransi besar bisa menyediakan hal yang sama bagi konsumen perkotaan.[14]
bersambung...

Notes:

[1] Catatan kuliah dari kelas Ernest Nagel, yang diikuti oleh Rothbard pada musim panas 1948; Rothbard Papers. The Murray N. Rothbard Papers disimpan di Ludwig von Mises Institute di Auburn, Alabama, dan termasuk surat-surat Rothbard, korespondensi (1940–1995), memo dan esai-esai yang tidak dipublikasikan (1945–1994), serta draft dari karya-karya yang telah dipublikasikan, seperti makalah-makalah gerakan Kanan Lama dan libertarian.

[2] Catatan dari kuliah Nagel; Rothbard Papers.

[3] Nagel mengkritik Mitchell dalam kuliah-kuliahnya; Rothbard Papers.

[4] Dalam Man, Economy, and State, Rothbard memuji Burns untuk kritik pentingnya terhadap teori persaingan monopolistis, yang diberikan dalam kuliah-kuliahnya. Pada 2004, seperti yang diniatkan Rothbard, Man, Economy, and State diterbitkan bersama dengan Power and Market. Semua kutipan dan referensi halaman diambil dari edisi ini, Man, Economy, and State with Power and Market, Scholar’s Edition (1962; Auburn, Ala.: Ludwig von Mises Institute, 2004), hal. 732.

[5] George Stigler dan Milton Friedman, Roofs or Ceilings?: The Current Housing Problem (Irvington-on-Hudson, N.Y.: Foundation for Economic Education, 1946).

[6] Ludwig von Mises, Human Action: A Treatise on Economics, Scholar’s Edition (1949; Auburn, Ala.: Ludwig von Mises Institute, 1998).

[7] Kritik terhadap ilmu ekonomi Austria yang menuduh bahwa mazhab tersebut enggan menggunakan matematika berakar dari ketidakmampuan mereka untuk mengatasi subyek tersebut harus mencatat bahwa Rothbard adalah seorang matematikawan unggul. Dia terutama suka dengan teori set.

[8] Joseph Dorfman, The Economic Mind in American Civilization, 5 volume. (New York: Viking Press, 1946).

[9] Surat buat Ivan Bierly, 14 November 1959; Rothbard Papers.

[10] The Panic of 1819 (New York: Columbia University Press, 1962).

[11] Lysander Spooner, No Treason (Larkspur, Colo.: Pine Tree Press, 1965).

[12] Memo buat Tom Fleming, 24January 1994; Rothbard Papers.

[13] Esai yang tidak dipublikasikan, “A Reply by Benjamin Tucker II,” tanpa tanggal, c. 1954; Rothbard Papers.

[14] “On Gustave de Molinari,” tidak dipublikasikan, tanpa tanggal; Rothbard Papers.

Kamis, 01 Januari 2015

KEBEBASAN NEGATIF DAN POSITIF: BEBERAPA REFLEKSI HISTORIS

oleh George H. Smith

Dalam Leviathan (1651), Thomas Hobbes membangun panggung bagi begitu banyak pemikiran selanjutnya mengenai sifat kebebasan. Kebebasan, menurut Hobbes, menandai “ketidakhadiran oposisi” atau “rintangan eksternal” atas gerakan. Kebebasan itu diterapkan tidak hanya pada agen-agen rasional tapi juga pada “makhluk tidak rasional dan benda mati.” Kita bisa bilang, misalnya, bahwa air tidak bebas mengalir melampaui bejana yang mewadahinya.

Bagi apapun yang terikat, atau dikepung, sehingga tidak bisa bergerak dalam ruang tertentu, di mana ruang tersebut ditentukan oleh oposisi dari beberapa tubuh eksternal, kita menyebutnya tidak memiliki kebebasan untuk bergerak. Dan begitu juga dengan semua makhluk hidup, sat mereka terpenjara, atau terkekang, dengan tembok, atau rantai; dan juga air saat terkurung di ambang sungai, atau di dalam bejana yang jika tidak akan menyebarkan diri ke ruang yang lebih luas, kita biasa katakan, bahwa mereka tidak bebas, untuk bergerak dalam cara itu, sebagai mereka bisa jika tak ada rintangan eksternal itu.

Hobbes membedakan dengan jelas kebebasan dari kekuasaan. Manakala rintangan untuk bergerak bersifat eksternal, maka sebuah entitas dikatakan kehilangan kebebasan. Tapi saat rintangan untuk bergerak bersifat internal, maka sebuah entitas dikatakan kehilangan kekuasaan. Fakta bahwa batu tidak bisa bergerak sendiri tidak berarti bahwa batu kehilangan kebebasan untuk bergerak; tetapi batu itu kehilangan kekuasaan (atau kemampuan) untuk bergerak. Demikian pula, jika orang sakit terbaring di ranjang dan tidak bisa berjalan, dia bukan kehilangan kebebasan untuk berjalan (karena tidak ada rintangan eksternal yang menahannya untuk berjalan) tapi kehilangan kekuasaannya untuk berjalan.

Pembedaan Hobbes antara kebebasan (ketidakhadiran rintangan eksternal) dan kekuasaan (kemampuan internal untuk melakukan sesuatu) sering dikutip sebagai formulasi awal dari kebebasan negatif. Terlebih lagi, sejak kaum liberal klasik secara khusus mempertahankan kebebasan negatif, Hobbes terkadang dikutip sebagai proponen awal tradisi itu.

Perspektif ini, meskipun cukup umum, sebenarnya salah kaprah. Absolutisme politik Hobbes merupakan anatema terhadap kaum liberal klasik, dan kebanyakan kaum liberal, terutama mereka yang berada dalam tradisi Lockean, tidak memandang baik konsepsi Hobbes mengenai kebebasan negatif.

Gagasan kebebasan positif – yang mengidentifikasi kebebasan dengan kekuasaan untuk melakukan sesuatu – relatif baru saja muncul dalam teori politik. Gagasan ini tidak menjadi isu penting hingga nanti di abad 19, saat dipertahankan oleh para filsuf yang dipengaruhi oleh Hegel. Karenanya kita tidak bisa berharap banyak dari pembedaan Hobbes menyangkut kebebasan dan kekuasaan. Para filsuf yang lebih awal yang mempertahankan, katakanlah, kebebasan hati nurani tidak butuh Hobbes untuk memberitahukan mereka bahwa kebebasan beragama artinya kemampuan mempraktekkan agama seseorang tanpa paksaan maupun tekanan orang lain. Tidak juga para kritisi perbudakan perlu menunggu buku Leviathan untuk belajar bahwa manusia bebas, berlawanan dengan budak, adalah orang yang tidak berada di bawah yurisdiksi koersif dan kontrol orang lain. Sebaliknya, kebebasan dalam arti negatif – yaitu kebebasan yang dilihat sebagai ketiadaan koersi – sudah setua filsafat politik itu sendiri.

Memang benar bahwa Hobbes menempatkan definisinya atas kebebasan dalam terma negatif, sebagaimana yang dilakukan John Locke dan kaum individualis lainnya. Tapi ini hanya kesamaan superfisial. Definisi Hobbes atas kebebasan berbeda secara fundamental dengan definisi Locke, tetapi perbedaan ini telah dikaburkan oleh pembedaan konvensional antara kebebasan negatif dan positif. Ada pembedaan lain yang jauh lebih penting dalam konteks ini, yakni kebebasan yang dipahami sebagai konsep mekanistik yang mengacu pada hubungan fisik antara benda-benda, dan kebebasan yang dipahami sebagai konsep sosial yang mengacu pada hubungan interpersonal manusia. Hobbes menggunakan konsep mekanistik, yang mendefinisikan “kebebasan” sebagai ketidakhadiran rintangan fisik; sedangkan Locke menggunakan konsep sosial, yang mendefinisikan “kebebasan” sebagai ketiadaan koersi dalam urusan manusia.

Menurut Hobbes, seperti yang telah kita lihat, saat kita terkekang untuk mencapai tujuan kita oleh rintangan internal (mis., oleh ketidakmampuan kita untuk melakukan sesuatu), maka kita disebut kehilangan kekuasaan. Saat rintangan-rintangan itu bersifat eksternal, maka kita kehilangan kebebasan untuk menggunakan kekuasaan kita. Sifat dari rintangan eksternal semacam itu tidak relevan; kebebasan tidak harus mengacu pada hubungan sosial antara agen-agen rasional. Jika saya ingin bepergian dari sini ke sana, kebebasan saya untuk melakukan itu bisa dirintangi oleh tembok tinggi atau sungai yang tak terlewati seperti juga oleh orang lain. Segala halangan eksternal yang menahan saya untuk menggunakan kekuasaan saya, yang menghalangi saya untuk mendapatkan apa yang saya inginkan dan yang bisa saya capai jika tidak ada halangan, mengurangi kebebasan saya.

Karena itu bagi Hobbes, kebebasan merupakan kekuasaan yang tidak dirintangi. Dalam konteks sosial, manusia bebas “adalah dia yang, lewat kekuatan dan kecerdasannya, tidak terhalang untuk melakukan apa yang hendak dia lakukan.”

Gagasan mengenai kebebasan ini tidak asli dari Hobbes. Sebagai contoh, beberapa tahun sebelumnya, Sir Robert Filmer (sasaran utama Locke dalam Two Treatises of Government) telah mempertahankan pandangan bahwa “kebebasan sejati adalah melakukan apa yang dikehendaki, atau hidup sebagaimana yang diinginkan, dan tidak terikat pada segala hukum.”

Konsepsi kebebasan jenis ini merupakan konsepsi favorit Filmer, Hobbes, dan kaum absolutis lainnya karena memungkinkan mereka untuk membantah argumen kaum individualis bahwa tujuan dari sebuah sistem hukum yang adil adalah meningkatkan dan mempertahankan kebebasan. Ini omong kosong besar, kata kaum absolutis, karena semua hukum, dari tipe apapun, tentunya menghalangi kebebasan. Seorang manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang dia inginkan dalam suatu “masyarakat bebas” daripada yang dia lakukan di bawah despotisme. Tidak seorangpun, misalnya, yang akan mengatakan bahwa orang harus bebas untuk memperkosa, menjarah, dan membunuh, sehingga bahkan masyarakat bebas sekalipun membuat hukum yang melarang kebebasan seperti itu dan kebebasan lainnya. Hanya di bawah “anarki” sempurna, sebuah masyarakat tanpa hukum apapun, kita akan menemukan kebebasan yang sempurna. Seperti yang dikatakan Filmer:

Tapi kebebasan semacam itu tidak bisa ditemukan dalam setiap bentuk kesejahteraan bersama, karena ada lebih banyak hukum di tanah-tanah rakyat dibanding tempat lain manapun, dan konsekuensinya mengurangi kebebasan; dan pemerintah, kata banyak orang, dibentuk untuk mengambil kebebasan, dan bukan memberinya kepada siapapun. Kebebasan macam itu tidak bisa ada; jika harus ada, maka tidak akan ada pemerintah sama sekali.

Jika Filmer dan Hobbes benar, jika tujuan utama pemerintah adalah menghalangi dan membatasi kebebasan, maka keberatan yang dibuat oleh kaum individualis melawan monarki absolut tidak masuk di akal. Benar, monarki absolut (dan pemerintahan absolut pada umumnya) menghalangi kebebasan, tapi sudah seperti itulah semua pemerintahan, termasuk pemerintahan yang seharusnya berlandaskan pada persetujuan dari yang diperintah. Kebebasan sempurna hanya bisa ada dalam keadaan alamiah anarkistik – sebuah masyarakat tanpa hukum apapun – dan kebebasan ini akan hilang setiap kali pemerintah mengeluarkan atau memberlakukan suatu bentuk hukum.

Locke menolak konsepsi kebebasan ini. Dalam jawaban langsung kepada Filmer, dia menulis: “Kebebasan bukanlah, seperti yang sering dikatakan, Kebebasan bagi setiap Orang untuk melakukan apapun yang dia kehendaki: (Karena siapa yang bisa bebas, saat setiap Keinginan Orang lain mendominasi dirinya?) Tapi Kebebasan untuk menentukan dan mengatur, sebagaimana yang dia kehendaki, Dirinya, Tindakannya, Miliknya, dan seluruh Propertinya…” Dalam keadaan kebebasan sempurna, orang bisa “menentukan Miliknya dan Dirinya sebagaimana yang mereka anggap cocok, dalam batas-batas Hukum Alam, tanpa memohon izin, atau bergantung pada Kehendak orang lain.”

Jadi bagi Locke, “kebebasan” berarti kemampuan untuk menggunakan dan membuang apa yang memang menjadi milik seseorang tanpa campur tangan koersif dari orang lain, termasuk pemerintah. Dalam gagasan kebebasan berdasar-hak ini, saya bebas sejauh saya bisa menggunakan yurisdiksi atas milik saya sendiri dalam arti luas (tubuh saya, tenaga saya, barang-barang saya, dsb.), menurut kehendak saya sendiri tanpa menjadi sasaran koersi orang lain. (Makna “koersi” adalah topik yang rumit dalam dirinya sendiri, hal yang akan saya bahas dalam esai lain.)

Beberapa filsuf modern, seperti G. A. Cohen (dalam Self-Ownership, Freedom and Equality, Cambridge, 1995), telah melompati konsepsi kebebasan berdasar-hak ini dan, dalam prosesnya, membangkitkan kembali argumen Filmerian lama bahwa bahkan sebuah masyarakat libertarian tidak akan mengijinkan kebebasan tak terhalang, sejauh yang dilarang adalah “kebebasan” untuk membunuh, merampok, memperkosa, dan melakukan tindakan yang merusak hak orang lain. (Beberapa dari para kritisi libertarianisme ini tetap tidak menyadari betapa tuanya argumen ini dan bagaimana kaum liberal klasik telah berupaya untuk berurusan dengannya.)

Konsepsi Locke mengenai kebebasan sosial, yang pada hakekatnya adalah upaya untuk menempa standar bagi kebebasan yang setara, telah diterima oleh sebagian besar filsuf liberal dan kuasi-libertarian terkemudian. Satu pengecualian terkenal adalah Jeremy Bentham, yang mengekspresikan kebangkitan kembali konsepsi kebebasan Flimerian (dan Hobbesian) serta menyimpulkan bahwa semua hukum tentu membatasi kebebasan. Inilah kenapa Bentham mengatakan bahwa tujuan utama hukum adalah membawa keamanan, bukan kebebasan.

Sekalipun para sejarawan modern menekankan kebutuhan untuk memahami konteks historis dan ideologis dari para filsuf yang lebih awal, mereka terkadang gagal memberikan penghormatan yang sama kepada John Locke dan pemikir liberal klasik lainnya yang mempertahankan konsepsi kebebasan berdasar-hak. Hal ini tidak seolah-olah Locke dan pemikir liberal lainnya telah sekenanya memperkenalkan gagasan tentang “hak” yang sarat-nilai ke dalam diskusi kebebasan agar memenuhi tujuan yang telah mereka tetapkan sebelumnya sesuai dengan keyakinan politik mereka. Gagasan tentang “hak” merupakan bagian integral dari filsafat politik jauh sebelum kaum individualis liberal muncul.

Selama berabad-abad para filsuf politik telah mempertahankan hak akan kedaulatan politik, yaitu hak penguasa untuk memaksakan ketaatan pada titah mereka. Apa yang dilakukan kaum individualis liberal, yang utamanya berawal pada abad 17, adalah untuk menantang gagasan mengenai kedaulatan negara dengan gagasan mengenai kedaulatan-diri. Kenapa kita punya “kewajiban” untuk taat pada penguasa politik dan hukum-hukum yang mereka buat? Nyaris mustahil untuk memahami konsepsi liberal mengenai kebebasan berdasar-hak tanpa mempertimbangkan masalah yang lebih luas ini, yang akan saya bahas dalam esai selanjutnya.

Diterjemahkan oleh Amato dari http://www.libertarianism.org/publications/essays/excursions/negative-positive-liberty-some-historical-reflections